Rabu, 25 Februari 2009

MAHASISWA: Sosok yang Unik

Darah muda, darah yang bergelora. Semangat yang besar terpancar, idealisme tinggi tertanam, dan solidaritas erat terjalin. Begitulah pemuda. Tidak salah H. Rhoma Irama terinspirasi untuk menciptakan lagu yang menceritakan semangat muda. Tidak salah Ir. Soekarno berani menjamin usaha menguasai dunia hanya dengan sepuluh pemuda. Sungguh, kekuatan yang sangat besar dimiliki seorang pemuda.
Potensi besar tersebut akan lebih terlihat lagi dalam sosok ‘mahasiswa’...! Sosok yang begitu unik. Sangat unik sekali. Pada masa-masa sekolahan, mereka sangat lugu dan kalem. Sekarang, mereka mempunyai semangat menggebu-gebu dan terlihat sangat jelas sekali. Jika dahulu, secara psikilogis mereka tergantung kepada orang tua, guru, dan sebagainya, sekarang mereka “merasa” independent. Merdeka!
Mereka mengagungkan kebebasan yang mereka dapatkan, tepatnya yang baru mereka dapatkan. Mereka mencoba segala hal. “Berfikirnya sekali saja” kata H. Rhoma Irama. Gelora semangat menuntun mereka untuk berbuat apa yang mereka mau dan apa yang mereka inginkan dan terkadang tidak memperhatikan efek perbuatannya itu, baik untuk dirinya pribadi, keluarga, maupun orang lain.
Pada masa itu, mereka juga sudah berani menentukan ideologi sendiri. “Dengan proses yang cukup panjang”, menurut mereka, “aku pilihlah jalan hidupku yang begini atau begitu”. Mereka mulai berani menentukan pilihan hidup. Pokoknya “bebas untuk ngapain aja!”
Kondisi yang demikian, tidak jarang yang menjadi kebablasan bagi sebagian pemuda, bahkan mungkin mayoritas. Kebebasan yang baru mereka dapatkan membuat mereka terlena akan tugas mereka yang sebenarnya. “Merdeka dari orang tua”, menurut mereka. “Merdeka dari guru, merdeka dari aturan, toh dosen aja gak ambil pusing, apalagi orang tua jauh di rumah!!!” suara hati mereka. Mereka menghabiskan waktu bersama teman-teman seideologi. Kongko-kongko gak jelas, hal yang rutin (meskipun mereka menyadari itu). Tapi apa boleh buat, yang penting asik.
Ironisnya lagi, tak jarang kebebasan tersebut menggiring mereka kepada hal yang sangat mengerikan. Narkoba dan minuman keras contohnya. Betapa banyaknya mahasiswa yang terjerat dengan ini. Dan semuanya tentu berawal dari coba-coba. Coba-coba ini pun merupakan kesalahan dalam mengontrol kebebasan yang baru saja mereka miliki. Begitu juga dengan freesex. Di beberapa tempat, ditemukan jarak pergaulan muda-mudi yang begitu tipis dan tentunya ini sangat rawan. Bukankah begitu?
Mahasiswa merasa memiliki semuanya. Mereka berani berorasi dengan nada sarat cacian terhadap pemimpin negeri. Mereka menggugat birokrasi yang, masih menurut mereka, amburadul. Mereka meneriakkan suara rakyat, suara ketertindasan, ratapan anak jalanan, tangisan balita kurang gizi, rendahnya pendidikan anak negeri, dan sebagainya. Orasi-orasi mereka—sekali lagi, menurut mereka—menciptakan pencerahan bagi ibu pertiwi (meski tidak dipungkiri runtuhnya orde baru salah satunya disebabkan demonstrasi mahasiswa). Seolah mereka mampu memperbaiki dan menjamin kesejahtaraan rakyat negeri ini sebagaimana yang mereka gembor-gemborkan. Padahal, jika sesaat setelah mereka berorasi, tampuk kekuasaan negeri jatuh ke tangan mereka, mereka juga tidak mampu menjalani apa yang sebelumnya mereka orasikan, dan mereka pun tentu menyadari hal ini (jika mereka memikirkannya). Namun, di sisi lain tugas utama mereka justru dilupakan, belajar...!
Namun, tak jarang juga yang bisa memanfaatkan kebebasan mereka dengan baik. Tanpa mengenyampingkan kewajiban mereka sesungguhnya, mereka menjalani aktifitas yang bermanfaat. Mereka tidak larut dalam organisasi. Mereka bisa membagi waktu yang pas antara kewajiban-kewajiban primer, sekunder, dan aktifitas-aktifitas tambahan lainnya. Disiplin, menjadi kunci mereka. Pendidikan lancar, aktifitas bermanfaat.
Meski ikut demonstrasi dan gerakan-gerakan kepemudaan lainnya, mereka tetap mempunyai skala prioritas yang komitmen. Kemerdekaan mereka maknai dengan baik, bukan berarti melupakan orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Semangat yang menggelora diarahkan ke arah yang positif, bukan hanya gembar-gembor sana-sini secara berlebihan tanpa mempertimbangkan maksud, tujuan, serta manfaatnya. Kehidupan juga ditarik menjauhi gemerlap dunia malam muda-mudi yang sarat narkoba, miras, dan freesex. Mereka mempunyai orientasi masa depan yang jelas. Dan sepertinya, pemuda seperti inilah sepertinya yang dibutukan Soekarno untuk menguasai dunia.
Begitulah mahasiswa yang tampil dalam masyarakat Indonesia saat ini. Mereka tumbuh seolah sebagai suatu entitas tersendiri. Mereka berbeda, begitu berbeda. Mereka kelihatan mencolok dan menarik untuk diperhatikan. Kebanyakan orang lainnya juga punya semangat, tapi tetap saja berbeda. Semua orang mempunyai kemerdekaan dan HAM, sekali lagi, masih berbeda! Mereka ada dimana-mana. Cobalah untuk sedikit iseng memperhatikan suatu organisasi yang beranggotakan berbagai orang dari berbagai kalangan. Di dalamnya terdapat anak-anak, pemuda (baca: mahasiswa), bapak-bapak, pokoknya masyarakat dari segala tingkat umur. Siapa di antara mereka yang begitu kelihatan? Siapa di antara mereka yang menjadi pusat perhatian. Mungkin pimpinan organisasi itu adalah kaum tua, tapi tetap saja, yang menjadi figurnya siapa? Masih, pemuda (mahasiswa)...!!!
Berhati-hatilah mahasiswa...!
Berbanggalah mahasiswa...!
Bergembiralah calon mahasiswa...!
Berhati-hatilah calon mahasiswa...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar