Selasa, 24 Maret 2009

DOA DALAM ISLAM

A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia merupakan makhluk paling semupurna yang diciptakan fi ahsani taqwim. Namun, di sisi lain, manusia juga sangat lemah. Perhatikanlah seekor ayam yang baru menetas, dalam beberapa saat mampu berjalan dan berlari mengiringi orang tuanya. Namun manusia, baru setelah beberapa tahun mampu berjalan terbata-bata hingga akhirnya ia bisa berjalan secara utuh.
Di samping itu, manusia memiliki tanggung jawab yang besar kepada Sang Penciptanya. Di dunia, mereka dikarunia segala hal, dan sebagai konsekuensinya, semuanya tidak luput dari pertanggung jawaban. Manusia juga dibebani dengan ibadah kepada Allah. Perintah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, supaya segala hal dalam kehidupan di dunia ini berjalan dengan lancar.
Memandang lemahnya manusia dan tanggung jawab yang mereka miliki, Allah memberikan suatu sarana bagi manusia untuk khusus curhat kepada-Nya. Allah memberikan suatu jalur untuk itu yang disebut dengan doa. Dengan berdoa—tentunya juga usaha—manusia diharapkan dapat memenuhi segala kewajibannya dan mendapatkan semua haknya sebagai makhluk. Dan untuk itu, doa ini amatlah penting.
Memperhatikan hal ini, perlu kiranya diketahui seluk-beluk dan segala hal mengenai doa. Banyak orang yang tidak mengetahui pasti apa yang dimaksud doa, bagaimana caranya, adab-adab, waktu, dan lafaz-lafaz yang dianjurkan dalam doa.

B. Definisi Doa
Doa dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu الدعاء. Ia merupakan derivasi dari kata دعا yang merupakan fi’il madhi yang sekaligus menjadi akar katanya. Sementara kata الدعاء itu sendiri merupakan bentuk mashdar. Dalam Kamus al-Muhith, doa berarti ungkapan butuh kepada Allah. Sementara Ibnu Sayyidah mendefinisikan doa menjadi permintaan seorang yang membutuhkan mengenai suatu pekerjaan kepada yang lainnya. Hal ini berarti, jika maknanya ditarik kepada kedudukan manusia sebagai hamba dan Allah sebagai Tuhan, maka doa merupakan permintaan manusia mengenai sesuatu kepada Allah swt. Menurut Ibnu Rummani, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Sayyidah, doa kepada Allah mempunyai dua makna. Pertama, permintaan yang pada taraf lafdzi dan ma’nawi bermakna pengagungan dan pujian, dan kedua, sebagai ungkapan permintaan ampun dan pemberian nikmat.
Pengertian lainnya dapat dilihat di Kamus Lisan al-Arab yang secara panjang lebar membahas maksud dari doa tersebut. Kata wad’u syuhada’akum pada surat al-Baqarah ayat 23 berarti istighatsah (permintaan pertolongan). Ibnu Manzhur mengilustrasikan makna kata ini dengan suatu kondisi dimana seseorang bertemu musuhnya yang berkelompok. Mereka berkata, “wad’u al-muslimmin”. Artinya, mereka memberi kesempatan kepadanya untuk meminta pertolongan kepada saudara-saudara seimannya. Namun, kadangkala doa juga berarti ibadah, seperti yang tertulis dalam surat al-A’raf ayat 194:
إن الذين تدعون من دون الله عباد أمثالكم فادعوهم فليستجيبوا لكم إن كنتم صادقين
Artinya: Sesungguhnya mereka (berhala) yang kamu sembah selain Allah adalah makhluk (yang lemah) yang serupa denganmu. Maka beribadahlah kamu kepada mereka lalu minta perkenankanlah kepada mereka jika kamu orang yang benar!
Kata tad’una pada ayat ini bermakna ibadah. Dalam konteks ini, ayat ini ditujukan bagi mereka yang beribadah terhadap berhala. Imam Zamakhsyari manyatakan bahwa ayat ini menyatakan isytihza’ (mengolok-olok) bagi kaum kafir yang menyembah berhala. Gampangnya, ayat tersebut dapat diungkapkan dengan bahasa, “Mengapa kamu menyembah berhala, padahal berhala itu juga makhluk yang sama sepertimu?” Abu Ja’far berpendapat—sebagaimana dikutip Ibnu Jarir al-Thabari—ayat ini berbicara mengenai kepercayaan kaum yang beribadah kepada berhala, padahal berhala itu tidak memberi manfaat dan mudharat sekalipun. Jika engkau (penyembah berhala) masih meyakini bahwa berhala tersebut memberi manfaat dan mudharat, maka berdoalah kepadanya, jika doa kalian tidak dikabulkan, maka yakinilah bahwa berhala tersebut tidak mampu melakukan apapun.
Ditarik kepada cakupan yang lebih sempit, doa kepada Allah mencakup tiga makna. Pertama, ungkapan pengesaan dan pujian terhadap Allah swt, sebagaimana dalam lafaz “Rabbana laka al-hamdu”. Begitu juga dengan kalimat-kalimat tahlil, tahmid, tamjid, takbir, merupakan doa kepada Allah swt, karena pada dasarnya kalimat-kalimat tersebut diucapkan dalam rangka mengharapkan pahala dari Allah swt. Kedua, ia berarti ungkapan permohonan ampun, rahmat, dan segala hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana dalam lafaz “Rabbana igfir lana”. Dan ketiga, sebagai permohonan bagian atau nasib di dunia, seperti digambarkan kalimat “Rabbi urzuqni malan wa waladan.”
Dari beberapa definisi yang disampaikan di atas, penulis kembali mengemukakan definisi yang menurut pandangan penulis cukup mewakili semua definisi di atas. Definisi tersebut berasal dari Ibnu Taimiah. Beliau menyatakan bahwa doa itu mempunyai dua makna; ibadah dan permintaan. Kedua hal tersebut menurut hemat penulis merupakan inti dari makna definitif doa. Istighatsah merupakan permintaan dan puji-pujian kepada Allah merupakan ibadah. Singkatnya, kedua hal ini merangkum semua cakupan makna doa yang disampaikan di atas.
Tidak jarang, term doa digandeng dengan term zikir. Pada aplikasinya sehari-hari, doa juga sangat dekat dengan zikir. Dan doa pun tidak mungkin dilakukan melainkan dalam keadaan zikir (ingat) kepada Allah swt. Setiap selepas shalat, wiridan berupa zikir dan doa berjamaah pun bukanlah hal yang asing bagi masyarakat. Jadi, seolah-olah zikir dan doa merupakan hal yang identik satu sama lainnya.
Al-Fairuz Abadi memberikan banyak makna terhadap zikir. Zikir adalah menjaga sesuatu, sesuatu aktifitas yang berlangsung di lidah, pemuliaan, pengagungan, shalat kepada Allah, dan doa. Seirama dengan Al-Fairuz Abadi, Ibnu Manzhur juga mendefinisikan zikir sebagai menjaga sesuatu dan aktifitas yang berlangsung di lidah. Berikutnya, beliu juga menyatakan bahwa zikir ada shalat, doa, dan pengagungan kepada Allah swt. Menurut Ibnu Abbas, zikir adalah shalat, zikir adalah baca Al-Qur’an, zikir adalah doa, zikir adalah tasbih, zikir adalah syukur, dan zikir adalah taat. Dan Imam as-Shan’ani dalam menjelaskan doa juga menyebutkan bahwa doa adalah zikir. Ternyata memang, salah satu makna zikir adalah doa, jadi tidak salah jika doa diidentikkan dengan zikir.
C. Tinjauan Qur’an dan Sunnah
Al-Qur’an telah berbicara banyak mengenai doa, baik doa dalam artian ibadah, maupun doa dalam artian permintaan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat yang berkenaan dengan doa berikut analisisnya.
Sebagaimana telah disinggung sedikit sebelumnya, salah satu arti doa adalah ibadah, dan salah satu ayat yang menjelaskan makna doa dalam artian ibadah adalah surat al-A’raf 194:
إن الذين تدعون من دون الله عباد أمثالكم فادعوهم فليستجيبوا لكم إن كنتم صادقين
Artinya: Sesungguhnya mereka (berhala) yang kamu sembah selain Allah adalah makhluk (yang lemah) yang serupa denganmu. Maka beribadahlah kamu kepada mereka lalu minta perkenankanlah kepada mereka jika kamu orang yang benar!
Pada Al-Qur’an terjemahan yang selama ini beredar, kata فادعوهم diterjemahkan dengan kata “maka berdoalah kamu”. Namun, setelah memeriksa maksud dari kata tersebut, penulis berinisiatif dan memberanikan diri untuk menterjemahkannya menjadi “maka beribadahlah kamu.” Inisiatif ini didasari oleh beragam penafsiran para ulama yang cenderung menafsirkan ayat tersebut berbicara dalam konteks ibadah atau penyembahan selain kepada Allah.
Turjuman Al-Qur’an, Ibnu Abbas, berpendapat, “Jika kalian meyakini bahwa berhala tersebut adalah Tuhan, maka sembahlah ia! Setelah itu, perhatikanlah, apakah mereka memberimu pahala atas ibadahmu dan ganjaran atas keburukanmu?” Imam Naisaburi juga menyatakan bahwa ayat ini merupakan ta’jiz bagi kaum yang menyembah berhala. “Bagaimana mungkin kalian menyembah benda mati?” ungkapnya. Aspek ta’jiz tersebut sangat jelas pada ayat ini, sebab jika dihadapkan kepada orang yang berakal sehat, secara pasti mereka menyadari bahwa berhala-berhala tersebut sangat tidak pantas untuk disembah sekaligus menjadi tujuan seorang hamba untuk beribadah. Lantas, mengapa mereka tetap menyembahnya? Bukankah ini suatu kebodohan? Bahkan, berhala-berhala tersebut lebih jelek dan lebih lemah dibanding penyembahnya, sebagaimana yang dijelaskan ayat berikutnya.
Berikutnya, hal yang berkenaan dengan doa juga dapat dilihat dari surat Al-Baqarah ayat 186:
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون
Artinya: Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.
Apabila seorang hamba menanyakan tentang Allah kepada Rasulullah, menurut Ibnu Abbas, maka jawablah bahwa Aku (Allah) dekat untuk selalu bisa manjawab doanya. Maka dari itu, hendaklah mereka ta’at kepada-Ku dan Rasul-Ku supaya mereka ditunjuki dan sekaligus dijawab doanya.
Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim dan Tafsir Al-Thabari, diriwayatkan beragam asbab al-nuzul ayat ini. Tapi, pada dasarnya, perbedaan itu berkaitan dengan pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah mengenai keberadaan Allah terhadap mereka pada satu sisi, dan mengenai kapan mestinya mereka berdoa pada sisi lain. Mengenai waktu ini, ia merupakan respon sahabat mengenai surat Ghafir ayat 60. Pada ayat itu dijelaskan perintah untuk berdoa kepada Allah, lalu datanglah pertanyaan dari sahabat, “Kapan?” maka, turunlah ayat ini.
Ayat di atas juga menjelaskan mengenai salah satu adab berdoa. Salah satu asbab al-nuzul ayat ini menceritakan sahabat yang mengucapkan doa dengan berteriak, sehingga Rasulullah bersabda:
فإنَّكم لا تدعون أصمّ ولا غائبًا، إنما تدعون سميعًا بصيرًا، إن الذي تدعون أقربُ إلى أحدكم من عُنُق راحلته
Artinya: Sesungguhnya yang kalian seru bukanlah tuli dan juga bukan ghaib, sesungguhnya yang kamu seru Maha Mendengar dan Maha Melihat, sesungguhnya yang kamu seru lebih dekat kepada salah seorang darimu daripada urat lehernya sendiri.
Perhatikan sabda Rasulullah saw dari Samarah bin Jundab berikut ini:
أحب الكلام إلي الله أربع لا يضرك بأيهن بدئت: سبحان الله والحمد لله و لا إله إلا الله والله أكبر. أخرجه مسلم
Artinya: Kalimat yang paling dicintai Allah ada empat macam, yang dari mana engkau mulai, tidak bermudharat bagimu: Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar. (HR. Muslim)
Keempat kalimat di atas sangat dicintai Allah karena semuanya mengandung nilai tanzih terhadap sifat-Nya. kalimat tersebut menyampaikan keesaan Allah swt, kebersihan, dan kesucian-Nya.
Hadis ini berisikan kalimat-kalimat yang lazim dipakaikan ketika doa dan zikir. Memang, dengan menggunakan kalimat ini, berarti hamba telah memuji Tuhannya. Seperti halnya Al-Fatihah, yang sebagiam pertama berisikan pujian terhadap Allah swt, dan sebagian terakhir berisikan doa. Jadi, dikala berdoa, dianjurkan menggunakan kalimat puji-pujian terhadap Allah, baru setelah itu menyampaikan permintaan kepada-Nya.

D. Lafaz doa dari Al-Qur’an dan Sunnah
Imam Sa’id bin Ali bin Wahab al-Qahthani telah mengumpulkan lafaz-lafaz doa yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Beliau berhasil mengumpulkan 122 contoh lafaz doa dan 43 di antaranya berasal dari Al-Qur’an, seperti:
1. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين (الأعراف : 23(
2. رب إني أعوذ بك أن أسألك ما ليس لي به علم وإلا تغفر لي وترحمني أكن من الخاسرين ) هود: 47(
3. رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ) نوح : 28(
4. ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم ) البقرة :127 ، 128(
5. رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربنا وتقبل دعاء ) إبراهيم : 40(
6. اللهم إني أعوذ بك من العجز والكسل ، والجبن والهرم والبخل ، وأعوذ بك من عذاب القبر ، ومن فتنة المحيا والممات (البخاري 7 / 59 ، ومسلم 4 / 2079)
7. اللهم أصلح لي ديني الذي هو عصمة أمري ، وأصلح لي دنياي التي فيها معاشي ، وأصلح لي آخرتي التي فيها معادي ، واجعل الحياة زيادة لي في كل خير ، واجعل الموت راحة لي من كل شر (أخرجه مسلم 4 / 2087)
8. اللهم إني أسألك الهدى ، والتقى ، والعفاف ، والغنى (أخرجه مسلم 4 / 2087)
9. اللهم آتنا في الدنيا حسنة ، وفي الآخرة حسنة ، وقنا عذاب النار (البخاري 7 / 163 ، ومسلم 4 / 2070)
10. اللهم إني أعوذ بك من فتنة النار وعذاب النار ، وفتنة القبر ، وعذاب القبر ، وشر فتنة الغنى ، وشر فتنة الفقر ، اللهم إني أعوذ بك من شر فتنة المسيح الدجال ، اللهم اغسل قلبي بماء الثلج والبرد ، ونق قلبي من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس ، وباعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين المشرق والمغرب . اللهم إني أعوذ بك من الكسل والمأثم والمغرم (البخاري 7 / 161 ، ومسلم 4 / 2078)
Lafaz-lafaz di atas hanyalah sebagian kecil dari lafaz doa yang ada dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah, dan sangatlah baik untuk menggunakan lafaz-lafaz tersebut dalam doa sehari-hari.
E. Hal-hal lain mengenai doa
Allah sudah pasti akan menjawab doa manusia. Jika seseorang berdoa, paling tidak dia akan mendapatkan 3 macam perlakuan; dikabulkan waktu itu juga, ditunda pengkabulan doanya, atau diganti dengan hal lain yang lebih baik untuk pendoa. Hal ini sebagaimana yang diinformasikan sabda Rasulullah:
إنه لا يضيع الدعاء بل لا بد للداعي من إحدي الثلاث: إما ان يجعل له دعوته وإما أن يدخرها له في الأخرة وإما ان يصرف عنه من السوء مثلها (أخرجه أحمد)
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan doa salah seorang di antara kamu, melainkan mestilah bagi orang yang berdoa salah satu dari 3 perkara: mengabulkan Allah doanya, atau menundanya hingga di akhirat, atau menggantinya dengan yang lainnya. (HR. Ahmad)
Untuk itu, perlulah beberapa kiat yang mesti dijalankan ketika berdoa, dengan orientasi melakukan doa terbaik dan Allah mengabulkan doa tersebut. Hal ini bisa berupa adab dalam berdoa. Tidak dipungkiri, ketika menghadap manusia dalam rangka meminta pertolongan, seseorang terikat suatu adab sopan-santun. Apalagi ketika berhadapan dengan Allah, tentunya di sana juga terdapat kode etik yang harus diperhatikan.
Berikut ini disampaikan beberapa adab dalam berdoa yang dikutip dari kitab ad-Du’a wa Yalihi al-‘Ilaju bi Ruqyi min Kitab wa Sunnah:
1. Berdoa dengan rasa ikhlas
2. Memulai dan menutup doa dengan memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah
3. Yakin dengan apa yang didoakan dan yakin bahwa doa akan dikabulkan
4. Perlahan-lahan dan tidak terburu-buru
5. Menghadirkan hati dalam doa
6. Berdoa dalam keadaan lapang maupun sempit
7. Tidak berdoa melainkan hanya kepada Allah
8. Memelankan suara antara terdengar dan tidak
9. Mengingat dosa dan istighfar atasnya dan mengingat nikmat dan mensyukurinya
10. Tidak dituntut bersajak dalam doa
11. Tunduk, khusu’, harap, dan takut
12. Menolak kezhaliman dan bertaubat
13. Menghadap kiblat
14. Mengangkat tangan
15. Berwudhu’ sebelum berdoa
16. Memulai doa untuk dirinya sendiri sebelum mendoakan orang lain
17. Bertawassul dengan Asma Allah, atau amalan shaleh, atau doa seseorang yang shaleh
18. Menggunakan pakian yang halal, makanan dan minuman yang halal juga
19. Tidak mendoakan kesalahan atau pemutusan sillaturrahim
20. Menyuru kepada ma’ruf dan menghalangi kemungkaran
21. Menghindari kazhaliman
Di samping itu, juga ada beberapa waktu yang dinilai lebih jika berdoa di dalamnya:
1. Malam lailah al-qadr
2. Pada penghujung akhir malam
3. Selepas shalat fardhu
4. Antara azan dan iqamah
5. Dikala azan
6. Disaat hujan turun
7. Di majlis zikir muslimin
8. Doa di bulan Ramadhan
9. Doa di hari Arafah
10. Doa seseorang terhadap saudaranya di dalam hati
11. Selepas meninggalnya seseorang
12. Jika tidur dalam keadaan suci, dan bangun lalu berdoa
13. Sewaktu sujud
14. Ketika minum air zamzam
15. Berdoa sesaat di hari Jumat
16. Dikala bala tentara muslim berkumpul untuk perang.

F. Kesimpulan
Doa merupakan hal yang penting dalam hidup. Nurani manusia mengakui adanya suatu kekuatan besar yang menguasai seluruh jagad ini—Tuhan. Orang yang mengakui adanya Tuhan akan selalu butuh kepada-Nya. Beragam cara menunjukkan kebutuhan manusiawi kepada Tuhan, salah satunya doa.
Doa berarti permintaan, namun di sisi lain ia juga berarti ibadah. Dengan doa, diharapkan seorang hamba akan lebih dekat dengan Allah, sehingga mendapatkan rahmat yang banyak dari-Nya. Tidak jarang, doa digandeng dengan zikir, karena keduanya memang identik satu sama lain.
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan doa, mulai dari anjuran, cara, dan lafaz-lafaznya, begitu juga dengan sunnah. Dengan Al-Qur’an dan Sunnah, didapatkan informasi mengenai cara-cara dan waktu-waktu yang dianjurkan untuk berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar